Data buku
Judul buku : Black Mission
Pengarang : James Rollins
Penerbit : Dastan Books
Tahun terbit : 2007
Jumlah halaman : 668 halaman
Resensi
buku
Jim
Czajkowski, yang dalam novel ini memakai nama pena James Rollins, telah menulis
banyak novel yang menjadi bestseller dan terdiri dari beragam genre. Selain
sebagai James Rollins, ia juga menggunakan nama James Clemens dalam beberapa
karyanya. Novel Black Mission ini mempunyai judul asli Black Order, merupakan
buku ketiga dalam seri Sigma Force, dan termasuk ke dalam genre
science-fiction-thriller. Pada bagian depan, pengarang menulis ucapan terima
kasih, catatan sejarah, dan catatan ilmiah. Pada bagian penutup, pengarang
menulis tentang penjelasan fakta dan fiksi yang terdapat dalam novel ini.
Novel dibuka dengan cerita
tentang usaha beberapa anggota Schutzstaffel, dipimpin oleh Jakob Sporrenberg,
untuk menyelamatkan sebuah proyek rahasia yang diberi kode rahasia die Glocke
atau the Bell dari ancaman tentara sekutu pada penghujung perang dunia kedua.
Lompat ke masa kini, cerita berlanjut dengan tiga subplot tentang tiga kejadian
di tempat yang berbeda. Di Pegunungan Himalaya, Tibet, Painter Crowe, direktur
Sigma Force, dan Dr. Lisa Cummings terjebak dalam sebuah kastil yang berisi
sekelompok orang. Kelompok itu dipimpin oleh Dr. Anna Sporrenberg yang sedang
melakukan penelitian rahasia menggunakan the Bell. Adanya sabotase terhadap the
Bell telah mengakibatkan kesalahan fatal yang mengakibatkan kematian aneh di
biara dan desa sekitar kastil dan juga mengancam nyawa Painter dan Anna yang
juga terkena paparan radiasi tingkat rendah.
Di Kopenhagen, Denmark,
Grayson Pierce, anggota Sigma Force, dan Fiona Neal menjadi sasaran pembunuhan
karena memiliki injil peninggalan Charles Darwin. Gray yang merasa bertanggung
jawab karena menyebabkan kematian nenek Fiona berusaha untuk mengungkapkan
siapa yang mengincar nyawa mereka. Petualangan Gray dan Fiona, dibantu oleh Monk
Kokkalis, teman Gray di Sigma Force, berlanjut sampai Jerman di rumah Ryan
Hirszfield, yang merupakan keturunan Hugo Hirszfield, pemimpin awal proyek the
Bell dan pemilik injil darwin, dan kastel Wewelsburg, dimana Gray, Fiona, Ryan,
dan Monk dijebak dan ditawan.
Di Zululand, Afrika Selatan,
Dr. Marcia Fairfield diserang oleh sesuatu yang hanya dikenal oleh penduduk
setempat sebagai ukufa atau kematian. Khamisi Taylor yang menemani Marcia untuk
memeriksa bangkai seekor badak hitam dituduh sebagai penyebab kematian dokter
itu karena tidak berusaha untuk menyelamatkannya. Bersama Dr. Paula Kane,
sahabat Marcia, Khamisi mencoba untuk menyelidiki apa yang menyerang Marcia.
Penyelidikan tersebut membawa mereka berdua menghadapi keluarga Waalenberg,
sebuah keluarga yang sangat berkuasa di Afrika Selatan, dan juga menyebabkan
nyawa mereka terancam oleh keluarga itu.
Ketiga kejadian di tiga
tempat yang berbeda itu bermuara kepada satu proyek rahasia yang disembunyikan
oleh Nazi dan berusaha dibangkitkan kembali oleh keluarga Waalenberg. Keluarga
Waalenberg, yang dikepalai Sir Baldric Waalenberg, berusaha mewujudkan mimpi
lama Nazi untuk menciptakan ras baru yang sempurna menggunakan the Bell, yang
dapat berfungsi untuk mengendalikan evolusi, dan memusnahkan manusia lainnya
yang mereka anggap tidak berguna. Gray dan kawan-kawannya berusaha untuk
menghentikan rencana Baldric dan menyelamatkan nyawa direkturnya.
Kelebihan pada novel ini,
seperti halnya novel lain yang bergenre sejenis, adalah pada penggambaran latar
yang detail, dimana semua cerita berlangsung, alur yang membuat pembaca menjadi
penasaran terhadap cerita, dan cerita yang mencampurkan antara berbagai fakta
sejarah, ilmu dan teknologi, dan fiksi. Kekurangan pada novel ini terletak pada
sebagian karakter yang tidak digambarkan karakternya, tetapi kekurangan ini pun
dapat dimaklumi karena beberapa karakter utamanya telah digambarkan dalam seri
Sigma Force sebelumnya. Berdasarkan kelebihan dan kekurangan tersebut, James
Rollins telah berhasil menulis novel yang tidak hanya menegangkan tapi juga
menyenangkan untuk dibaca.